About

Selasa, 22 Maret 2011

Sebuah Prinsip

1. Prinsip Kesiapan (Readiness)

Proses belajar dipengaruhi kesiapan murid, yang dimaksud dengan kesiapan atau readiness ialah kondisi individu yang memungkinkan ia dapat belajar. Berkenaan dengan hal itu terdapat berbagai macam taraf kesiapan belajar untuk suatu tugas khusus. Seseorang siswa yang belum siap untuk melaksanakan suatu tugas dalam belajar akan mengalami kesulitan atau malah putus asa. Yang termasuk kesiapan ini ialah kematangan dan pertumbuhan fisik, intelegensi latar belakang pengalaman, hasil belajar yang baku, motivasi, persepsi dan faktor-faktor lain yang memungkinkan seseorang dapat belajar.

Berdasarkan dengan prinsip kesiapan ini dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut:

1. Seorang individu akan dapat belajar dengan sebaik-baiknya bila tugas-tugas yang diberikan kepadanya erat hubungannya dengan kemampuan, minat dan latar belakangnya.

2. Kesiapan untuk belajar harus dikaji bahkan diduga. Hal ini mengandung arti bila seseorang guru ingin mendapat gambaran kesiapan muridnya untuk mempelajari sesuatu, ia harus melakukan pengetesan kesiapan.

3. Jika seseorang individu kurang memiliki kesiapan untuk sesuatu tugas, kemudian tugas itu seyogianya ditunda sampai dapat dikembangkannya kesiapan itu atau guru sengaja menata tugas itu sesuai dengan kesiapan siswa.

4. Kesiapan untuk belajar mencerminkan jenis dan taraf kesiapan, misalnya dua orang siswa yang memiliki kecerdasan yang sama mungkin amat berbeda dalam pola kemampuan mentalnya.

5. Bahan-bahan, kegiatan dan tugas seyogianya divariasikan sesuai dengan faktor kesiapan kognitif, afektif dan psikomotor dari berbagai individu.


2. Prinsip Motivasi (Motivation)

Tujuan dalam belajar diperlukan untuk suatu proses yang terarah. Motivasi adalah suatu kondisi dari pelajar untuk memprakarsai kegiatan, mengatur arah kegiatan itu dan memelihara kesungguhan. Secara alami anak-anak selalu ingin tahu dan melakukan kegiatan penjajagan dalam lingkungannya. Rasa ingin tahu ini seyogianya didorong dan bukan dihambat dengan memberikan aturan yang sama untuk semua anak.

Berkenaan dengan motivasi ini ada beberapa prinsip yang seyogianya kita perhatikan.

Individu bukan hanya didorong oleh kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan biologi, soaial dan emosional. Tetapi disamping itu ia dapat diberi dorongan untuk mencapai sesuatu yang lebih dari yang dimiliki saat ini.
Pengetahuan tentang kemajuan yang dicapai dalam memenuhi tujuan mendorong terjadinya peningkatan usaha. Pengalaman tentang kegagalan yang tidak merusak citra diri siswa dapat memperkuat kemampuan memelihara kesungguhannya dalam belajar.
Dorongan yang mengatur perilaku tidak selalu jelas bagi para siswa. Contohnya seorang murid yang mengharapkan bantuan dari gurunya bisa berubah lebih dari itu, karena kebutuhan emosi terpenuhi daripada karena keinginan untuk mencapai seauatu.
Motivasi dipengaruhi oleh unsur-unsur kepribadian seperti rasa rendah diri, atau keyakinan diri. Seorang anak yang temasuk pandai atau kurang juga bisa menghadapi masalah.
Rasa aman dan keberhasilan dalam mencapai tujuan cenderung meningkatkan motivasi belajar. Kegagalan dapat meningkatkan atau menurunkan motivasi tergantung pada berbagai faktor. Tidak bisa setiap siswa diberi dorongan yang sama untuk melakukan sesuatu.
Motivasi bertambah bila para pelajar memiliki alasan untuk percaya bahwa sebagian besar dari kebutuhannya dapat dipenuhi.
Kajian dan penguatan guru, orang tua dan teman seusia berpengaruh terhadap motivasi dan perilaku.
Insentif dan hadiah material kadang-kadang berguna dalam situasi kelas, memang ada bahayanya bila anak bekerja karena ingin mendapat hadiah dan bukan karena ingin belajar.
Kompetisi dan insentif bisa efektif dalam memberi motivasi, tapi bila kesempatan untuk menang begitu kecil kompetisi dapat mengurangi motivasi dalam mencapai tujuan.
Sikap yang baik untuk belajar dapat dicapai oleh kebanyakan individu dalam suasana belajar yang memuaskan.
Proses belajar dan kegiatan yang dikaitkan kepada minat pelajar saat itu dapat mempertinggi motivasi.

3. Prinsip Persepsi

“ Seseorang cenderung untuk percaya sesuai dengan bagaimana ia memahami situasi”. Persepsi adalah interpretasi tentang situasi yang hidup. Setiap individu melihat dunia dengan caranya sendiri yang berbeda dari yang lain. Persepsi ini mempengaruhi perilaku individu. Seseorang guru akan dapat memahami murid-muridnya lebih baik bila ia peka terhadap bagaimana cara seseorang melihat suatu situasi tertentu.

Berkenaan dengan persepsi ini ada beberapa hal-hal penting yang harus kita perhatikan:

1. Setiap pelajar melihat dunia berbeda satu dari yang lainnya karena setiap pelajar memiliki lingkungan yang berbeda. Semua siswa tidak dapat melihat lingkungan yang sama dengan cara yang sama.

2. Seseorang menafsirkan lingkungan sesuai dengan tujuan, sikap, alasan, pengalaman, kesehatan, perasaan dan kemampuannya.

3. Cara bagaimana seseorang melihat dirinya berpengaruh terhadap perilakunya. Dalam sesuatu situais seorang pelajar cenderung bertindak sesuai dengan cara ia melihat dirinya sendiri..

4. Para pelajar dapat dibantu dengan cara memberi kesempatan menilai dirinya sendiri. Guru dapat menjadi contoh hidup. Perilaku yang baik bergantung pada persepsi yang cermat dan nyata mengenai suatu situasi. Guru dan pihak lain dapat membantu pelajar menilai persepsinya.

5. Persepsi dapat berlanjut dengan memberi para pelajar pandangan bagaimana hal itu dapat dilihat .

6. Kecermatan persepsi harus sering dicek. Diskusi kelompok dapat dijadikan sarana untuk mengklasifikasi persepsi mereka.

7. Tingkat perkembangan dan pertumbuhan para pelajar akan mempengaruhi pandangannya terhadap dirinya.


4. Prinsip Tujuan

“ Tujuan harus tergambar jelas dalam pikiran dan diterima oleh para pelajar pada saat proses belajar terjadi”. Tujuan ialah sasaran khusus yang hendak dicapai oleh seseorang dan mengenai tujuan ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

1. Tujuan seyogianya mewadahi kemampuan yang harus dicapai.

2. Dalam menetapkan tujuan seyogianya mempertimbangkan kebutuhan individu dan masyarakat

3. Pelajar akan dapat menerima tujuan yang dirasakan akan dapat memenuhi kebutuhannya.

4. Tujuan guru dan murid seyogianya sesuai

5. Aturan-aturan atau ukuran-ukuran yang ditetapkan oleh masyarakat dan pemerintah biasanya akan mempengaruhi perilaku.

6. Tingkat keterlibatan pelajar secara aktif mempengaruhi tujuan yang dicanangkannya dan yang dapat ia capai.

7. Perasaan pelajar mengenai manfaat dan kemampuannya dapat mempengaruhi perilaku. Jika ia gagal mencapai tujuan ia akan merasa rendah diri atau prestasinya menurun.

8. Tujuan harus ditetapkan dalam rangka memenuhi tujuan yang nampak untuk para pelajar. Karena guru harus dapat merumuskan tujuan dengan jelas dan dapat diterima para pelajar.


5. Prinsip Perbedaan Individual

“Proses belajar bercorak ragam bagi setiap orang”

Proses pengajaran seyogianya memperhatikan perbedaan indiviadual dalam kelas sehingga dapat memberi kemudahan pencapaian tujuan belajar yang setinggi-tingginya. Pengajaran yang hanya memperhatikan satu tingkatan sasaran akan gagal memenuhi kebutuhan seluruh siswa. Karena itu seorang guru perlu memperhatikan latar belakang, emosi, dorongan dan kemampuan individu dan menyesuaikan materi pelajaran dan tugas-tugas belajar kepada aspek-aspek tersebut.

Berkenaan dengan perbedaan individual ada beberapa hal yang perlu diingat:

Para pelajar harus dapat dibantu dalam memahami kekuatan dan kelemahan dirinya dan selanjutnya mendapat perlakuan dan pelayanan kegiatan, tugas belajar dan pemenuhan kebutuhan yang berbeda-beda.
Para pelajar perlu mengenal potensinya dan seyogianya dibantu untuk merenncanakan dan melaksanakan kegiatannya sendiri.
Para pelajar membutuhkan variasi tugas, bahan dan metode yang sesuai dengan tujuan , minat dan latarbelakangnya.
Pelajar cenderung memilih pengalaman belajar yang sesuai dengan pengalamannya masa lampau yang ia rasakan bermakna untuknya. Setiap pelajar biasanya memberi respon yang berbeda-beda karena memang setiap orang memiliki persepsi yang berbeda mengenai pengalamannya.
Kesempatan-kesempatan yang tersedia untuk belajar lebih diperkuat bila individu tidak merasa terancam lingkungannya, sehingga ia merasa merdeka untuk turut ambil bagian secara aktif dalam kegiatan belajar. Manakala para pelajar memiliki kemerdekaan untuk berpikir dan berbuat sebagai individu, upaya untuk memecahkan masalah motivasi dan kreativitas akan lebih meningkat.
Pelajar yang didorong untuk mengembangkan kekuatannya akan mau belajar lebih giat dan sungguh-sungguh. Tetapi sebaliknya bila kelemahannya yang lebih ditekankan maka ia akan menunjukkan ketidakpuasannya terhadap belajar.

6. Prinsip Transfer dan Retensi

“Belajar dianggap bermanfaat bila seseorang dapat menyimpan dan menerapkan hasil belajar dalam situasi baru”.

Apa pun yang dipelajari dalam suatu situasi pada akhirnya akan digunakan dalam situasi yang lain. Prosesa tersebut dikenal dengan proses transfer, kemampuan seseorang untuk menggunakan lagi hasil belajar disebut retensi. Bahan-bahan yang dipelajari dan diserap dapat digunakan oleh para pelajar dalam situasi baru.

Berkenaan dengan proses transfer dan retensi ada beberapa prinsip yang harus kita ingat.

Tujuan belajar dan daya ingat dapat memperkuat retensi. Usaha yang aktif untuk mengingat atau menugaskan sesuatu latuhan untuk dipelajari dapat meningkatkan retensi.
Bahan yang bermakna bagi pelajar dapat diserap lebih baik.
Retensi seseorang dipengaruhi oleh kondisi fisik dan psikis dimana proses belajar itu terjadi. Karena itu latihan seyogianya dilakukan dalam suasana yang nyata.
Latihan yang terbagi-bagi memungkinkan retensi yang baik. Suasana belajar yang dibagi ke dalam unit-unit kecil waktu dapat menghasilkan proses belajar dengan retensi yang lebih baik daripada proses belajar yang berkepanjangan. Waktu belajar dapat ditentukan oleh struktur-struktur logis dari materi dan kebutuhan para pelajar.
Penelaahan bahan-bahan yang faktual, keterampilan dan konsep dapat meningkatkan retensi dan nilai transfer.
Proses belajar cenderung terjadi bila kegiatan-kegiatan yang dilakukan dapat memberikan hasil yang memuaskan.
Sikap pribadi, perasaan atau suasana emosi para pelajar dapat menghasilkan proses pelupaan hal-hal tertentu. Karena itu bahan-bahan yang tidak disepakati tidak akan dapat diserap sebaik bahan-bahan yang menyenangkan.
Proses saling mempengaruhi dalam belajar akan terjadi bila bahan baru yang sama dipelajari mengikuti bahan yang lalu. Kemungkinan lupa terhadap bahan yang lama dapat terjadi bila bahan baru yang sama yang dituntut.
Pengetahuan tentang konsep, prinsip dan generalisasi dapat diserap dengan baik dan dapat diterapkan lebih berhasil dengan cara menghubung-hubungkan penerapan prinsip yang dipelajari dan dengan memberikan illustrasi unsur-unsur yang serupa.
Transfer hasil belajar dalam situasi baru dapat lebih mendapat kemudahan bila hubungan-hubungan yang bermanfaat dalam situasi yang khas dan dalam situasi yang agak sama dibuat.
Tahap akhir proses seyogyanya memasukkan usaha untuk menarik generalisasi, yang pada gilirannya nanti dapat lebih memperkuat retensi dan transfer.
7. Prinsip Belajar Kognitif

“Belajar kognitif melibatkan proses pengenalan dan atau penemuan”.

Belajar kognitif mencakup asosiasi antar unsur, pembentukan konsep, penemuan masalah, dan keterampilan memecahkan masalah yang selanjutnya membentuk perilaku baru, berpikir, menalar, menilai dan berimajinasi merupakan aktivitas mental yang berkaitan dengan proses belajar kognitif. Proses belajar itu dapat terjadi pada berbagai tingkat kesukaran dan menuntut berbagai aktivitas mental.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam belajar kognitif.

1. Perhatian harus dipusatkan kepada aspek-aspek lingkungan yang relevan sebelum proses-proses belajar kognitif terjadi. Dalam hubungan ini pelajar perlu mengarahkan perhatian yang penuh agar proses belajar kognitif benar-benar terjadi.

2. Hasil belajar kognitif akan bercariasi sesuai dengan taraf dan jenis perbedaan individual yang ada.

3. Bentuk-bentuk kesiapan perbendaharaan kata, kemampuan membaca, kecakapan dan pengalaman berpengaruh langsung terhadap proses belajar kognitif.

4. Pengalaman belajar harus diorganisasikan ke dalam satuan-satauan atau unit-unit yang sesuai.

5. Bila menyajikan konsep, kebermaknaan dari konsep amatlah penting . Perilaku mencari, penerapan, pendefinisian resmi dan penilaian sangat diperlukan untuk menguji bahwa suatu konsep benar-benar bermakna.

6. Dalam pemecahan masalah para pelajar harus dibantu untuk mendefinisikan dan membatasi lingkup masalah, menemukan informasi yang sesuai, menafsirkan dan menganalisis masalah dan memungkinkan berpikir menyebar (divergent thinking).

7. Perhatian terhadap proses mental yang lebih daripada terhadap hasil kognitif dan afektif akan lebih memungkinkan terjadimya proses pemecahan masalah, analisis, sintesis dan penalaran.


8. Prinsip Belajar Afektif

“ Proses belajar afektif seseorang menentukn bagaimana ia menghubungkan dirinya dengan pengalaman baru”.

Belajar afektif mencakup nilai emosi, dorongan, minat dan sikap. Dalam banyak hal pelajar mungkin tidak menyadari belajar afektif. Sesungguhnya proses belajar afektif meliputi dasar yang asli untuk dan merupakan bentuk dari sikap, emosi dorongan, minat dan sikap individu.

Berkenaan dengan hal-hal tersebut diatas, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses belajar afektif.

Hampir semua aspek kehidupan mengandung aspek afektif.
Hal bagaimana para pelajar menyesuaikan diri dan memberi reaksi terhadap situasi akan memberi dampak dan pengaruh terhadap proses belajar afektif.
Suatu waktu, nilai-nilai yang penting yang diperoleh pada masa kanak-kanak akan melekat sepanjang hayat. Nilai, sikap dan perasaan yang tidak berubah akan tetap melekat pada keseluruhan proses perkembangan.
Sikap dan nilai sering diperoleh melalui proses identifikasi dari orang lain dan bukan hasil dari belajar langsung.
Sikap lebih mudah dibentuk karena pengalaman yang menyenangkan.
Nilai-nilai yang ada pada diri individu dipengaruhi oleh standar perilaku kelompok.
Proses belajar di sekolah dan kesehatan mental memiliki hubungan yang erat. Pelajar yang memiliki kesehatan mental yang baik akan dapat belajar lebih mudah daripada yang memiliki masalah.
Belajar afektif dapat dikembangkan atau diubah melalui interaksi guru dengan kelas.
Pelajar dapat dibantu agar lebih matang dengan cara membantu mereka mengenal dan memahami sikap, peranan dan emosi. Penghargaan terhadap sikap, perasaan dan frustasi sangat perlu untuk membantu pelajar memperoleh pengertian diri dan kematangannya.
9. Proses Belajar Psikomotor

Proses belajar psikomotor individu menentukan bagaimana ia mampu mengendalikan aktivitas ragawinya.

Belajar psikomotor mengandung aspek mental dan fisik. Berkenaan dengan hal itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

Didalam tugas suatu kelompok akan menunjukkan variasi dalam kemampuan dasar psikomotor.
Perkembangan psikomotor anak tertentu terjadi tidak beraturan.
Struktur ragawi dan sistem syaraf individu membantu menentukan taraf penampilan psikomotor.
Melalui bermain dan aktivitas nonformal para pelajar akan memperoleh kemampuan mengontrol gerakannya lebih baik.
Dengan kematangan fisik dan mental kemampuan pelajar untuk memadukan dan memperhalus gerakannya akan lebih dapat diperkuat.
Faktor lingkungan memberi pengaruh terhadap bentuk dan cdakupan penampilan psikomotor individu.
Penjelasan yang baik, demonstrasi dan partisipasi aktif pelajar dapat menambah efisiensi belajar psikomotor.
Latihan yang cukup yang diberi dalam rentan waktu tertentu dapat membantu proses belajar psikomotor. Latihan yang bermakna seyogianya mencakup semua urutan lengkap aktivitas psikomotor dan tempo tidak bisa hanya didasarkan pada faktor waktu semata-mata.
Tugas-tugas psikomotor yang terlalu sukar bagi pelajar dapat menimbulkan frustasi (keputusasaan) dan kelelahan yang lebih cepat.

10. Prinsip Evaluasi

Jenis cakupan dan validitas evaluasi dapat mempengaruhi proses belajar saat ini dan selanjutnya.

Pelaksanaan latihan evaluasi memungkinkan bagi individu untuk menguji kemajuan dalam pencapaian tujuan. Penilaian individu terhadap proses belajarnya dipengaruhi oleh kebebasan untuk menilai. Evaluasi mencakup kesadaran individu mengenai penampilan, motivasi belajar dan kesiapan untuk belajar. Individu yang berinteraksi dengan yang lain pada dasarnya ia mengkaji pengalaman belajarnya dan hal ini pada gilirannya akan dapat meningkatkan kemampuannya untuk menilai pengalamannya.

Berkenaan dengan evaluasi ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

Evaluasi memberi arti pada proses belajar dan memberi arah baru pada pelajar.
Bila tujuan dikaitkan dengan evaluasi maka peran evaluasi begitu penting bagi pelajar.
Latihan penilaian guru dapat mempengaruhi bagaimana pelajar terlibat dalam evaluasi dan belajar.
Evaluasi terhadap kemajuan pencapaian tujuan akan lebih mantap bila guru dan murid saling bertukar dan menerima pikiran, perasaan dan pengamatan.
Kekurangan atau ketidaklengkapan evaluasi dapat mengurangi kemampuan guru dalam melayani muridnya. Sebaliknya evaluasi yang menyeluruh dapat memperkuat kemampuan pelajar untuk menilai dirinya.
Jika tekanan evaluasi guru diberikan terus menerus terhadap penampilan siswa, pola ketergantungan penghindaran dan kekerasan akan berkembang.
Kelompok teman sebaya berguna dalam evaluasi.
Setelah anda membaca dan memahami prinsip-prinsip yang berkenaan dengan proses belajar dan pengajaran, cobalah anda kerjakan latihandibawah ini. Denga demikian anda akan dapat memahami dan menerapkan prinsip-prinsip itu lebih jauh.

Bagaimana anda menerapkan prinsip-prinsip:

1. Kesiapan

2. Motivasi

3. Persepsi

4. Tujuan

5. Perbedaan Individual

6. Transfer dan Retensi

7. Belajar Kognitif

8. Belajar Afektif

9. Belajar Psikomotor

10. Evaluasi

Untuk memeriksa lebih jauh hasil anda bagian ini tidak disediakan kunci jawaban. Oleh karena itu hasil latihan Anda sebaiknya Anda bandingkan dengan hasil latihan anda. Diskusikanlah dengan kelompok untuk hal-hal berbeda dalam hasil latihan itu. Dengan mengkaji hasil latihan itu, anda seyogianya selalu melihat rincian prinsip-prinsip belajar dan pengajaran yang diuraikan sebelumnya. Jika terdapat hal-hal yang tidak dapat diatasi dalam kelompok, bawalah persoalan tersebut ke dalam pertemuan tutorial. Yakinlah dalam pertemuan tersebut anda akan dapat memecahkan persoalan tersebut.

Minggu, 13 Maret 2011

CONTOH TUGAS RAD

MODEL PENDEKATAN SDLC
( SYSTEM DEVELOPMENT LIFE CYCLE )





Oleh:
Anak Agung Gde Surya Bhuwana
(0808605037)




P.S TEKNIK INFORMATIKA
JURUSAN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2011
KATA PENGANTAR

Om Swastiastu

Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat -Nya, Laporan Analisis dan Desain Sistem Informasi yang berjudul “MODEL PENDEKATAN SDLC ( System Development Life Cycle )” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Laporan ini disusun berdasarkan tugas yang telah diberikan kepada penulis untuk melengkapi dan menunjang pembelajaran mata kuliah pada semester VI Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Aam Universitas Udayana
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk demi kelancaran penyusunan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis sangat berharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca, untuk kesempurnaan dari laporan ini.

Om Santih Santih Santih Om.

Jimbaran, 24 Pebruari 2011


Penulis





DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iv
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
1.4 Manfaat 2
2.1 PENGERTIAN SDLC 3
2.2 MODEL SDLC 7
2.2.1 Waterfall 7
2.2.2 Rapid Application Development (RAD) 11
2.2.3 Model Prototyping 13
2.2.4 Model Iterasi 15
2.2.4.1 Model Incremental 16
2.2.4.2 Model Spiral 17
BAB III 21
PENUTUP 21
3.1 Kesimpulan 21
3.2 Saran 21
DAFTAR PUSTAKA 22



























DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Siklus Hidup SDLC. 6
Gambar 2.2.1 : Tahap-tahap yang dilakukan pada model Waterfall. 8
Gambar 2.2.2 : model RAD. 12
Gambar 2.2.3 : model dari Prototyping. 14
Gambar 2.2.4.1 : Model dari Incremental. 16
Gambar 2.2.4.2 : proses model spiral. 17



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Semakin pesatnya perkembangan teknologi informasi menyebabkan banyaknya dibutuhkan banyak sistem informasi yang perlu dibangun. Untuk membangun sebuah sistem informasi para pengembang sistem informasi membutuhkan suatu metode pengembangan sistem yang mampu membentuk suatu kerangka kerja untuk perencanaan dan pengendalian pembuatan sistem informasi, yaitu proses pengembangan perangkat lunak. (Systems Development Life Cycle ) merupakan siklus hidup pengembangan system. Dalam rekayasa system dan rekayasa perangkat lunak, SDLC berupa suatu proses pembuatan dan pengubahan sistem serta model dan metodologi yang digunakan untuk mengembangkan sistem-sistem tersebut.
System Development Lyfe Cycle (SDLC) adalah keseluruhan proses dalam membangun sistem melalui beberapa langkah. Ada beberapa model SDLC. Model yang cukup populer dan banyak digunakan adalah waterfall. Beberapa model lain SDLC misalnya fountain, spiral, rapid, prototyping, incremental, build & fix, dan synchronize & stabilize. Dari beberapa model tersebut tidak ada yang paling bagus. Semua memiliki kekurangan dan kelebihan. Tergantung suatu kelompok pengembang perangkat lunak menggunakan metode apa yang paling cocok dengan kondisi lingkungan pengembangan perangkat lunak tersebut. Dari metode-metode tersebut harus menghasilkan sistem yang berkualitas tinggi yang memenuhi atau melampui harapan pelanggan, mencapai penyelesaian dalam waktu dan perkiraan biaya, bekerja secara efektif dan efisien di saat ini dan direncanakan Teknologi Informasi infrastruktur, dan murah untuk mempertahankan dan biaya efektif. Pemilihan model haruslah sesuai dengan kondisi lingkungan pengembangan perangkat lunak tersebut.



1.2 Rumusan Masalah
 Apa pengertian dari SDLC ( System Development Live Cycle )?
 Apa saja model-model dari SDLC ( System Development Life Cycle )?
 Apa saja keunggulan dari model-model SDLC ( System Development Life Cycle )?
1.3 Tujuan
 Mengetahui pengertian SDLC ( System Development Life Cycle ) dan langkah-langkah dari SDLC.
 Mengetahui apa saja model-model dari SDLC ( System Development Life Cycle ).
 Mengetahui keunggulan dari masing-masing model-model SDLC ( System Development Life Cycle ).
1.4 Manfaat
 Dapat memahami pengertian dan fase atau langkah dalam SDLC ( System Development Life Cycle ).
 Dapat mengenal model-model dari SDLC (System Development Life Cycle).
 Dapat memberikan bayangan kepada pembaca model-model SDLC (System Development Life Cycle) yang cocok untuk diterapkan dalam pembangunan sistem informasi.











BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN SDLC
(Systems Development Life Cycle ) merupakan siklus hidup pengembangan system. Dalam rekayasa system dan rekayasa perangkat lunak, SDLC berupa suatu proses pembuatan dan pengubahan sistem serta model dan metodologi yang digunakan untuk mengembangkan sistem-sistem tersebut.
Dalam rekayasa perangkat lunak, konsep SDLC mendasari berbagai jenis metodologi pengembangan perangkat lunak. Metodologi-metodologi ini membentuk suatu kerangka kerja untuk perencanaan dan pengendalian pembuatan sistem informasi, yaitu proses pengembangan perangkat lunak.
Pengembangan SDLC adalah proses yang digunakan oleh analis system untuk mengembangkan sistem informasi, termasuk persyaratan, validasi, pelatihan, dan pengguna (stakeholder) kepemilikan. Setiap SDLC harus menghasilkan sistem berkualitas tinggi yang memenuhi atau melampaui harapan pelanggan, mencapai penyelesaian dalam waktu dan perkiraan biaya, bekerja secara efektif dan efisien di saat ini dan direncanakanTeknologi Informasi infrastruktur, dan murah untuk mempertahankan dan biaya efektif.
System Development Lyfe Cycle (SDLC) adalah keseluruhan proses dalam membangun sistem melalui beberapa langkah. Ada beberapa model SDLC. Model yang cukup populer dan banyak digunakan adalah waterfall. Beberapa model lain SDLC misalnya fountain, spiral, rapid, prototyping, incremental, build & fix, dan synchronize & stabilize.
Dengan siklus SDLC, proses membangun sistem dibagi menjadi beberapa fase atau langkah dan pada sistem yang besar, masing-masing langkah dikerjakan oleh tim yang berbeda.
Dalam sebuah siklus SDLC, terdapat enam fase atau langkah. Jumlah fase SDLC pada referensi lain mungkin berbeda, namun secara umum adalah sama. Fase-fase tersebut adalah:
1. System/Information Engineering and Modeling
Pengembangan sistem informasi dimulai dengan mengadakan penelitian terhadap elemen-elemen kebutuhan sistem bersangkutan dan mendefinisikan kebutuhan-kebutuhan tersebut dan menjabarkannya kedalam panduan bagi pengembangan sistem ditahap berikutnya. Aspek-aspek yang berkaitan berupa elemen-elemen yang berkaitan dengan sistem baik itu sumber daya manusia, peraturan perundang-undangan, perangkat keras (hardware), prosedur kerja organisasi maupun beragam aspek lainnya, baik yang terkait secara langsung maupun tidak dengan sistem komputerisasi yang akan dibangun. Fase ini merupakan fase yang sangat penting (essential) untuk mendapatkan gambaran utuh sistem guna pengembangan sistem bersangkutan kedalam bentuk penerapan sistem yang berbasis komputerisasi.
2. Software Requirements Analysis
Tahapan ini juga dikenal sebagai proses feasibility study. Dalam tahapan ini, tim pengembang sistem melakukan investigasi kebutuhan-kebutuhan sistem guna menentukan solusi piranti lunak (software) yang akan digunakan sebagai tulang punggung proses automatisasi /komputerisasi bagi sistem. Hasil investigasi berupa rekomendasi kepada pengembang sistem dalam hal spesifikasi teknis proses pengembangan sistem untuk tahap berikutnya yang berisikan hal-hal berkaitan dengan kebutuhan personal (personnel assignments), biaya (costs), jadwal pelaksanaan (project schedule), and batasan waktu penyelesaian pekerjaan (target dates). Disamping itu juga direkomendasikan beragam aspek teknis pengembangan software baik berupa fungsi-fungsi yang dibutuhkan (required function), karakteristik sistem (behavior), performansi sistem (performance) and antar muka aplikasi (interfacing).
3. Systems Analysis and Design
Pada tahapan ini, tim pengembangan sistem mendefinisikan proses-proses dan kebutuhan-kebutuhan sistem yang berkaitan dengan pengembangan aplikasi (software development process). Dalam fase ini ditentukan pemilihan teknologi yang akan diterapkan baik berupa client/server technology, rancangan database, maupun beragam aspek lainnya yang berkaitan dengan kegiatan analisis dan perancangan ini.
4. Code Generation
Pada tahapan ini hasil dari fase-fase sebelumnya dituangkan kedalam penulisan kode-kode dengan menggunakan bahasa pemrograman komputer yang telah ditentukan dalam tahap sebelumnya. Untuk melakukan pemrograman ini dibutuhkan perangkat-perangkat pemrograman seperti Code Editor, Compiler, Interpreter dan aneka perangkat lunak berkaitan lainnya sesuai dengan kebutuhan pemrograman bersangkutan.
5. Testing
Setelah proses penulisan kode pemrograman langkah berikutnya berupa proses pengujian terhadap hasil pemrograman tersebut . Pengujian mencakup beragam aspek yang berkaitan dengan System & Performance dari fase Code Generation. Pengujian-pengujian tersebut berupa Pengujian Database, Pengujian Validitas Data, Pengujian Logic Aplikasi, Pengujian Antar Muka Aplikasi (General User Interface/GUI), Pengujian User Administration. Hasil pengujian ini merupakan Umpan balik perbaikan System & Performance yang akan digunakan dalam proses perbaikan sistem hingga mencapai hasil yang diharapkan dan telah ditentukan sebelumnya.
6. Maintenance
Fase ini merupakan fase perawatan terhadap sistem yang telah dikembangkan dan diimplementasikan. Cakupan fase ini berupa proses perawatan terhadap sistem yang berkaitan dengan perawatan berkala dari sistem maupun proses terhadap perbaikan sistem manakala sistem menghadapi kendala dalam operasionalnya akibat masalah teknis dan non teknis yang tidak terindikasi dalam proses pengembangan sistem. Proses Maintenance ini juga meliputi upaya-upaya pengembangan terhadap sistem yang telah dikembangkan sebelumnya dalam menghadapi mengantisipasi perkembangan maupun perubahan sistem bersangkutan.

Siklus SDLC dijalankan secara berurutan, mulai dari langkah pertama hingga langkah keenam. Setiap langkah yang telah selesai harus dikaji ulang, kadang-kadang bersama expert user, terutama dalam langkah spesifikasi kebutuhan dan perancangan sistem untuk memastikan bahwa langkah telah dikerjakan dengan benar dan sesuai harapan. Jika tidak maka langkah tersebut perlu diulangi lagi atau kembali ke langkah sebelumnya.

Kaji ulang yang dimaksud adalah pengujian yang sifatnya quality control, sedangkan pengujian di langkah kelima bersifat quality assurance. Quality control dilakukan oleh personal internal tim untuk membangun kualitas, sedangkan quality assurance dilakukan oleh orang di luar tim untuk menguji kualitas sistem. Semua langkah dalam siklus harus terdokumentasi. Dokumentasi yang baik akan mempermudah pemeliharaan dan peningkatan fungsi sistem.

Berikut ini Gambar 2.1 adalah gambar dari siklus hidup SDLC :









Gambar 2.1 : Siklus Hidup SDLC.
Tahapan-tahapan pekerjaan yang dilakukan oleh analis sistem dan programmer dalam membangun sistem informasi. Langkah yang digunakan meliputi :
1. Melakukan survei dan menilai kelayakan proyek pengembangan sistem informasi
2. Mempelajari dan menganalisis sistem informasi yang sedang berjalan
3. Menentukan permintaan pemakai sistem informasi
4. Memilih solusi atau pemecahan masalah yang paling baik
5. Menentukan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software)
6. Merancang sistem informasi baru
7. Membangun sistem informasi baru
8. Mengkomunikasikan dan mengimplementasikan sistem informasi baru
9. Memelihara dan melakukan perbaikan/peningkatan sistem informasi baru bila diperlukan.

2.2 MODEL SDLC
System Development Lyfe Cycle (SDLC) adalah keseluruhan proses dalam membangun sistem melalui beberapa langkah. Ada beberapa model SDLC. Model yang cukup populer dan banyak digunakan adalah waterfall. Beberapa model lain SDLC misalnya prototype, spiral dan rapid.
Diantara metode-metode diatas tidak ada yang paling sempurna. Semuanya memiliki kekurangan dan kelebihan, tergantung suatu kelompok pengembang perangkat lunak menggunakan metode apa yang paling cocok dengan kondisi lingkungan pengembang perangat lunak tersebut. Di bawah ini penjelasan dari beberapa metode SDLC dengan keunggulan dari masing-masing metode.

2.2.1 Waterfall
Model waterfall disebut juga Linear Sequential Model. Model ini mengusulkan sebuah pendekatan kepada perkembangan software yang sistematik dan sekuensial yang mulai pada tingkat dan kemajuan sistem pada seluruh analisis, desain, kode, pengujian, dan pemeliharaan. Model ini melingkupi aktivitas – aktivitas sebagai berikut : rekayasa dan pemodelan sistem/informasi, analisis kebutuhan, desain, coding, pemeliharaan dan pengujian.
Model pengembangan ini bersifat linear dari tahap awal pengembangan system yaitu tahap perencanaan sampai tahap akhir pengembangan system yaitu tahap pemeliharaan. Tahapan berikutnya tidak akan dilaksanakan sebelum tahapan sebelumnya selesai dilaksanakan dan tidak bisa kembali atau mengulang ke tahap sebelumnya. Tahap-tahap yang dilakukan pada model Waterfall ini digambarkan pada Gambar 2.2.1 berikut ini :









Gambar 2.2.1 : Tahap-tahap yang dilakukan pada model Waterfall.

Berikut merupakan penjelasan setiap fase atau tahapan yang terjadi pada waterfall model :
1) Tahap Investigasi
Pada tahap investigasi akan terjadi proses seperti:
a) Initialisas: terjadi proses seperti perencanaan manajemen, kebutuhan serta potensi dari user.
b) Definisi formal: dilakukan definisi tujuan, motivasi, ruang lingkup, batasan, kendala, dan strategi. Selain itu, pada definisi formal juga dilakukan verifikasi permasalahan sehingga dapat dilakukan penilaian terhadap kebutuhan yang baru.
c) Uji kelayakan, yang terdiri dari:
• Uji kelayakan teknis, merupakan uji terhadap ketersediaan hardware dan software.
• Uji kelayakan ekonomis, yaitu menilai apakah manfaat yang didapat dari pengembangan software akan sebanding dengan biaya yang dikeluarkan.
• Uji kelayakan operasional, uji kelayakan yang berkaitan dengan kemampuan orang yang bekerja dalam sistem untuk melakukan pekerjaan mereka dengan cara yang telah ditentukan.
• Uji kelayakan kelayakan organisasi, menilai kesiapan perusahaan atau organisasi untuk mengembangkan penjualan pemasaran dan sistem keuangan berbasis Web (e-commerce system).
2) Tahap Analisa
Dalam tahapan ini sistem yang akan dibangun diselaraskan dengan kebutuhan user atau pengguna. Pada tahap ini terjadi proses seperti:
a) Determine requirements atau penentuan kebutuhan, hal ini dilakukan dengan cara mempelajari sistem yang telah ada, serta menentukan kebutuhan struktur dan menghilangkan redundansi.
b) Requirement analysis atau analisa kebutuhan, terdiri dari analisa kebutuhan fungsional dan performa (kinerja).
c) Menghasilkan desain sistem alternatif
d) Membandingkan alternatif desain sistem yang dihasilkan dan
e) Merekomendasikan alternatif terbaik kepada klien.

3) Tahap Desain
Tahap menentukan bagaimana sistem mencapai tujuan yang telah didefinisikan sebelumnya. Tahap ini terdiri dari:
a) User interface design, meliputi tampilan, form, report dan dialog design.
b) Data design, merupakan proses desain elemen struktur data.
c) Process design, merupakan desain program prosedur sistem
4) Tahap Implementasi
Pada tahap ini terjadi beberapa hal seperti:
a) Evaluasi hardware, software dan jasa
b) Modifikasi dan pengembangan software
c) Dokumentasi, yang merupakan mekanisme komunikasi utama selama proses pengembangan.
d) Konversi data, pada proses ini terjadi perbaikan dan penyaringan data yang tidak diinginkan dan konsolidasi data.
e) Testing atau uji coba, pada proses ini dilakukan uji coba dan debugging software.
f) Training atau pelatihan sistem/software yang telah terbentuk.
g) Konversi, yakni proses pergantian dari sistem lama ke sistem baru.
Proses konversi dapat dilakukan melalui 4 macam cara antara lain:
1. Parallel strategy
2. Pilot strategy
3. Phased strategy dan
4. Plunge strategy
5) Tahap Pemeliharaan (maintenance)
Pada proses ini terjadi modifikasi software, perbaikan error atau umpan balik dari user terhadap software yang telah mereka gunakan.

Model waterfall memiliki kesulitan mengakomodir perubahan karena sistem ini kaku. Setiap fase harus dilakukan sevara berurutan. Waterfall model cocok ketika kebutuhan dikumpulkan secara lenngkap sehingga perubahan bisa ditekan sekecil mungkin, tetapi pada kenyataannya jarang sekali konsumen/pengguna yang bisa memberikan kebutuhan secar lengkap. Perubahahn kebutuhan adalah sesuatu yang wajar terjadi. Waterfall pada umumnya digunakan untuk rekayasa sistem yang besar dimana proyek dikerjakan di beberapa bagian sub-proyek. Berikut adalah keunggulan dan kelemahan dari Waterfall model:
• Keuntungan menggunakan teknik waterfall:
- Proses menjadi teratur
- Estimasi proses menjadi lebih baik
- Jadwal menjadi lebih menentu
• Kelemahan menggunakan teknik waterfall:
- Sifatnya kaku, sehingga susah melakukan perubahan di tengah proses
- Membutuhkan daftar kebutuhan yang lengkap di awal, tapi jarang konsumen bisa memberikan kebutuhan secara lengkap diawal.

2.2.2 Rapid Application Development (RAD)
Merupakan model pengembangan system yang melakukan beberapa penyesuaian terhadap SDLC pada beberapa bagian sehingga lebih cepat untuk sampai ke tangan pengguna system. metodologi ini biasanya mensyaratkan beberapa teknik dan alat-alat khusus agar proses bisa cepat, misalnya melakukan sesi Joint Application Development (JAD), penggunaan alat-alat Computer Aided Software Engineering (CASE Tools), kode generator dan lain-lain. Model RAD ini digambarkan pada gambar 2.2.2 sebagai berikut :
















Gambar 2.2.2 : model RAD.

Berikut ini adalah penjelasan fase-fase dari model RAD (Rapid Application Development) :
1) Business modelling
Dalam fase ini RAD model mendefinisikan kebutuhan sistem. Fase menjawab pertanyaan-pertanyaan sbb:
a. Informasi apa yang mengendalikan proses bisnis?
b. Informasi apa yang dihasilkan?
c. Siapa yang menghasilkan informasi? Kemana informasi itu diberikan?
d. Siapa yang mengolah informasi?
2) Data modeling
Pada data modeling RAD memodelkan aliran informasi yang sudah didefinisikan, disusun menjadi sekumpulan objek data. Fase menyusun aliran informasi yang sudah didefinisikan, menjadi sekumpulan objek data. Pada fase ini pula ditentukan karakteristik/atribut dan hubungan antar objek-objek tersebut.
3) Process Modelling
Objek data yang sudah didefinisikan diubah menjadi aliran informasi yang diperlukan untuk menjalankan fungsifungsi bisnis.
4) Application Generation
RAD menggunakan component program yang sudah ada atau membuat component yang bisa digunakan lagi, selama diperlukan.
5) Testing and Turnover
Karena menggunakan component yang sudah ada, maka kebanyakan component sudah melalui uji atau testing. Namun component baru dan interface harus tetap diuji.

RAD tidak cocok untuk proyek skala besar. Proyek bisa gagal karena waktu yang disepakati tidak dipenuhi. Untuk Pembuatan sisstem yag tidak dapat dimodularisasi tidak cocok untuk model ini. Sistem dengan resiko teknis yang tinnggi juga kurang cocok untuk model ini.

Berikut ini adalah keuntungan dan kelemahan dari model RAD :
• Keuntungan :
- RAD mengikuti tahapan pengembangan sistem sepeti umumnya, tetapi mempunyai kemampuan untuk menggunakan kembali komponen yang ada (reusable object).
- Setiap fungsi dapat dimodulkan dalam waktu tertentu dan dapat dibicarakan oleh tim RAD yang terpisah dan kemudian diintegrasikan sehingga waktunya lebih efesien.
• Kekurangan :
- Tidak cocok untuk proyek skala besar.
- Proyek bisa gagal karena waktu yang disepakati tidak dipenuhi.
- Sistem yang tidak bisa dimodularisasi tidak cocok untuk model ini.
- Resiko teknis yang tinggi juga kurang cocok untuk model ini.

Dalam penerapannya, RAD memiliki beberapa masalah, antara lain :
1. Tidak semua proyek bisa dipecah (dimodularisasi), sehingga belum tentu RAD bisa dipakai pada semua proyek.
2. Karena proyek dipecah menjadi beberapa bagian, maka dibutuhkan banyak orang untuk membentuk suatu tim yang mengerjakan tiap bagian tersebut.
3. Membutuhkan komitmen antara pihak pengembang dan pelanggan.

RAD melibatkan user pada proses desain menyebabkan kebutuhan user dapat terpenuhi dengan baik. RAD juga melibatkan user dalam proses testing sehingga dapat memangkas proses development yang panjang untuk dapat deliver on schedule.

2.2.3 Model Prototyping
Merupakan model pengembangan system yang proses iterative dalam pengembangan sistem dimana requirement diubah ke dalam sistem yang bekerja (working system) yang secara terus menerus diperbaiki melalui kerjasama antara user dan analis. Prototype juga bisa dibangun melalui beberapa tool pengembangan untuk menyederhanakan proses. Prototyping merupakan bentuk dari Rapid Application Development (RAD). Model Prototyping digambarkan pada gambar 2.2.3 sebagai berikut :









Gambar 2.2.3 : model dari Prototyping.

Tahapan-tahapan prototyping adalah sebagai berikut :
1) Pengumpulan kebutuhan
Developer dan klien bertemu untuk menentukan tujuan umum, kebutuhan yang diketahui dan gambaran bagianbagian yang akan dibutuhkan berikutnya. Detil kebutuhan mungkin tidak dibicarakan disini, pada awal pengumpulan kebutuhan
2) Perancangan
Perancangan dilakukan cepat dan rancangan mewakili semua aspek software yang diketahui, dan rancangan ini menjadi dasar pembuatan prototype.
3) Evaluasi prototype
Pada tahap ini, klien mengevaluasi prototype yang dibuat dan digunakan untuk memperjelas kebutuhan software

Model Prototying dapat digunakan saat klien dapat memikan seperifikasi kebutuhannya dengan jelas. Selai itu model ini digunakan saat developer masih meragukan akan efisiensi dari algoritma yang digunakan, atau tingkat adaptasi terhadap sistem operasi dimana PL akan di gunakan, ataupun masih meragukan user interface. Model ini memudahkan komunikasi antara developer dan klien karena kedua belah pihak mendapat gambaran yang lebih nyata dan jelas.

Adapun keuntungan dan kelemahan dari model prototype ini adalah sebagai berikut :
• Keuntungan :
- Adanya komunikasi yang baik antara pengembang dan pelanggan
- Pengembang dapat bekerja lebih baik dalam menentukan kebutuhan pelanggan
- Pelanggan berperan aktif dalam pengembangan sistem
- Lebih menghemat waktu dalam pengembangan sistem
- Penerapan menjadi lebih mudah karena pemakai mengetahui apa yang diharapkannya.
• Kelemahan:
- Pelanggan kadang tidak melihat atau menyadari bahwa perangkat lunak yang ada belum mencantumkan kualitas perangkat lunak secara keseluruhan dan juga belum memikirkan kemampuan pemeliharaan untuk jangka waktu lama.
- pengembang biasanya ingin cepat menyelesaikan proyek. Sehingga menggunakan algoritma dan bahasa pemrograman yang sederhana untuk membuat prototyping lebih cepat selesai.

2.2.4 Model Iterasi
Merupakan model pengembangan system yang bersifat dinamis dalam artian setiap tahapan proses pengembangan system dapat diulang jika terdapat kekurangan atau kesalahan. Setiap tahapan pengembangan system dapat dikerjakan berupa ringkasan dan tidak lengkap, namun pada akhir pengembangan akan didapatkan system yang lengkap pada pengembangan system. Terdapat dua jenis model iterasi, yaitu :
2.2.4.1 Model Incremental
Merupakan model pengembangan system yang dipecah sehingga model pengembangannya secara increment/bertahap. Kebutuhan pengguna diprioritaskan dan prioritas tertinggi dimasukkan dalam awal increment. Model Incremental digambarkan pada gambar 2.2.4.1 sebagai berikut :









Gambar 2.2.4.1 : Model dari Incremental.

Model ini cocok jika anggota tim pengembang perangkat lunak sangat terbatas dan proyek berukuran kecil (tidak lebih dari 200.000 baris coding). Mampu mengakomodasi perubahan secara fleksibel. Produk yang dihasilkan pada increment pertama bukanlah prototype, tetapi merupakan produk yang sudah bisa berfungsi dengan spesifikasi dasar. Mungkin terjadi kesulitan untuk memetakan kebutuhan pengguna ke dalam rencana spesifikasi masing-masing hasil increment.

Adapun keuntungan dan kelemahan dari model increment antara lain :
• Keuntungan :
- Personil bekerja optimal
- Pihak konsumen dapat langsung menggunakan dahulu bagian-bagian yang telah selesai dibangun.
- Mengurangi trauma karena perubahan sistem. Klien dibiasakan perlahan-lahan menggunakan produknya bagian per bagian
• Kelemahan :
- Hanya akan berhasil jika tidak ada staffing untuk penerapan secara menyeluruh.
- Penambahan staf dilakukan jika hasil incremental akan dikembangkan lebih lanjut setiap bagian yang sudah selesai dilakukan testing, dikirim ke pemakai untuk langsung dapat digunakan.

2.2.4.2 Model Spiral
Merupakan model pengembangan system yang digambarkan berupa spiral. Model spiral ini tidak merepresentasikan rangkaian tahapan dengan penelusuran balik (back-tracking), tidak ada fase-fase tahapan yang tetap seperti spesifikasi atau perancangan. Setiap untaian pada pada spiral menunjukkan fase software process. Model Spiral ini digambarkan pada gambar 2.2.4.2 sebagai berikut :











Gambar 2.2.4.2 : proses model spiral.

Setiap loop dalam Spiral Model terdiri atas beberapa sektor, yaitu :

(a) Objective settings (menentukan tujuan)
Menentukan tujuan dari fase yang ditentukan. Batasan-batasan pada proses dan produk sudah diketahui. Perencanaan sudah disiapkan. Resiko dari proyek sudah diketahui. Alternatif strategi sudah disiapkan berdasarkan resiko-resiko yang diketahui, dan sudah direncanakan.
(b) Risk assessment and reduction (Penanganan dan pengurangan resiko)
Setiap resiko dianalisis secara detil pada sektor ini. Langkah-langkah penanganan dilakukan, misalnya membuat prototype untuk mengetahui ketidakcocokan kebutuhan.
(c) Development and Validation (Pembangunan dan pengujian)
Setelah evaluasi resiko, maka model pengembangan sistem dipilih. Misalnya jika resiko user interface dominan, maka membuat prototype User Interface. Jika bagian keamanan yang bermasalah, maka menggunakan model formal dengan perhitungan matematis, dan jika masalahnya adalah integrasi sistem model waterfall lebih cocok.
(d) Planning
Proyek dievaluasi atau ditinjau-ulang dan diputuskan untuk terus ke fase loop selanjutnya atau tidak. Jika melanjutkan ke fase berikutnya rencana untuk loop selanjutnya.

Tahapan-Tahapan Model Spiral agar mencapai tujuan dari pengembangan sistem, mengembangkan sistem yang baik harus melewati langkah-langkah sebagai berikut:
1) Komunikasi pelanggan
Yaitu tugas-tugas untuk membangun komunikasi antara pelanggan dan kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan oleh pelanggan


2) Perencanaan
Yaitu tugas-tugas untuk mendefinisikan sumber daya, ketepatan waktu, dan proyek informasi lain yg berhubungan.
3) Analisis Resiko
Yaitu tugas-tugas yang dibutuhkan untuk menaksir resiko manajemen dan teknis.
4) Perekayasaan
Yaitu tugas yang dibutuhkan untuk membangun satu atau lebih representasi dari apikasi tersebut.
5) Konstruksi dan peluncuran
Yaitu tugas-tugas yang dibutuhkan untuk mengkonstruksi, menguji, memasang , dan memberi pelayanan kepada pemakai.
6) Evaluasi Pelanggan
Yaitu tugas-tugas untuk mendapatkan umpan balik dari pelanggan.

Keuntungan dan kelemahan dari metode ini adalah sebagai berikut:
• Kelebihan:
- Lebih cocok untuk pengembangan sistem dan perangkat lunak skala besar
- Pengembang dan pemakai dapat lebih mudah memahami dan bereaksi terhadap resiko setiap tingkat evolusi karena perangkat lunak terus bekerja selama proses .
- Menggunakan prototipe sebagai mekanisme pengurangan resiko dan pada setiap keadaan di dalam evolusi produk.
- Membutuhkan pertimbangan langsung terhadap resiko teknis
• Kelemahan:
- Sulit untuk menyakinkan pelanggan bahwa pendekatan evolusioner ini bisa dikontrol.
- Memerlukan penaksiran resiko yang masuk akal dan akan menjadi masalah yang serius jika resiko mayor tidak ditemukan dan diatur.
- Butuh waktu lama untuk menerapkan paradigma ini menuju kepastian yang absolute.

Penerapan :
• Model spiral merupakan pendekatan yang realistik untuk PL berskala besar.
• Pengguna dan pembangun bisa memahami dengan baik software yang dibangun karena setiap kemajuan yang dicapai selama proses dapat diamati dengan baik.
• Namun demikian, waktu yang cukup panjang mungkin bukan pilihan bagi pengguna, karena waktu yang lama sama dengan biaya yang lebih besar.




















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
System Development Life Cycle (SDLC) merupakan siklus pengembangan sistem yang terdiri dari systems System/Information Engineering and Modeling, Software Requirements Analysis, Systems Analysis and Design, Code Generation, Testing, Maintenance. SDLC dapat dibangun dengan menggunakan berbagai macam model yang telah tersedia. Model tersebut meliputi Waterfall, RAD (Rapid Application Development), Prototyping Model dan Model Iterasi ( Model Incremental dan Model Spiral ). Semua model memiliki teknik yang berbeda dalam membangun sebuah sistem informasi. Tidak ada yang paling baik diantara model-model tersebut. Tergantung dari kepentingan dan lingkungan dari pengembang sistem yang akan membuat sistem informasi.

3.2 Saran
Tidak ada model yang paling baik diantara banyak model dari SDLC. Semua memiliki kekurangan dan kelebihan dari masing-masing model. Sekarang agar sistem yang dibangun mencaai tujuan yang diinginkan oleh pengembang maupun klien harus lah disesuaikan kaarakter dari masing-masing model dengan lungkungan dari pengembang dan keingginan dari klien.









DAFTAR PUSTAKA

• http://yuliagroups.wordpress.com/system-development-life-cycle-sdlc/
• http://ryoma-seigaku.blogspot.com/2010/11/sdlc-dan-fase.html
• http://irnawt.wordpress.com/2010/12/14/perbedaan-system-life-cycle-slc-dengan-system-development-life-cycle-sdlc/
• http://yusny.wordpress.com/2006/12/07/34/
• http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=2&ved=0CCYQFjAB&url=http%3A%2F%2Fimeldas.blog.ittelkom.ac.id%2Fblog%2Ffiles%2F2010%2F03%2FMPTI2a_Review-of-SDLC.pdf&rct=j&q=pengertian%20Waterfall%20versi%20Pressman&ei=ALRnTdrsFsrorQfx_ujaCg&usg=AFQjCNH2dcgDcBQpm5WG4axsDOxVyGZ4gw&cad=rja
• http://blog.unsri.ac.id/userfiles/09071003003.doc
• http://itsum.wordpress.com/2010/09/26/model-pada-software-development-life-cycle-sdlc/
• http://sasmoyo.blogstudent.mb.ipb.ac.id/2010/07/21/no-1-uraian-mengenai-%E2%80%9Dperbedaan-pengembangan-software-dengan-pengembangan-sistem-informasi%E2%80%9D-2/
• http://itsum.wordpress.com/2010/09/27/kelebihan-dan-kekurangan-setiap-model-pada-software-development-life-cycle-sdlc/
• http://teknologi.kompasiana.com/terapan/2010/12/07/mengenal-lebih-dalam-mengenai-sdlc/